Berbeda pendapat dalam team kami sudah sangat sering terjadi, apalagi dia yang memimpin operasi di lapangan langsung, dan solusinya kita sama-sama tahu, saya hanya bermain di level2 planning jangka panjang, dan untuk jangka pendek sama implementasinya di lapangan Yoyok yang menjadi leader.
Yang seru adalah ketika kita akan membuka toko yang cukup besar di tengah kota Wonosobo, waktu itu modal kita sudah tidak ada tapi saya berbuat seolah-olah saya ada uang banyak sekali. Waktu itu saya hanya mengikuti intuisi saya, kalau buka toko yang besar sekalian dan tempatnya dideretan toko-toko yang kalo kita nonton disebutnya kelas VIP, dan jualannya eksklusif Insya Allah akan sangat melesat, apalagi saya memiliki pemain lapangan seperti Yoyok.
Awalnya Yoyok sangat enggan dengan ide saya, barangkali diem2 tahu saya nggak ada uang lagi buat sewa tempat, karena uangnya sudah habis untuk membangun 3 toko, dan itupun nambah utang 60 juta dari Baitulmall di kampung. Tapi berulangkali Yoyok saya telepon, saya tagih-tagih apakah dia sudah dapat tempat yang besar ditengah kota..?
Yang seru adalah ketika kita akan membuka toko yang cukup besar di tengah kota Wonosobo, waktu itu modal kita sudah tidak ada tapi saya berbuat seolah-olah saya ada uang banyak sekali. Waktu itu saya hanya mengikuti intuisi saya, kalau buka toko yang besar sekalian dan tempatnya dideretan toko-toko yang kalo kita nonton disebutnya kelas VIP, dan jualannya eksklusif Insya Allah akan sangat melesat, apalagi saya memiliki pemain lapangan seperti Yoyok.
Awalnya Yoyok sangat enggan dengan ide saya, barangkali diem2 tahu saya nggak ada uang lagi buat sewa tempat, karena uangnya sudah habis untuk membangun 3 toko, dan itupun nambah utang 60 juta dari Baitulmall di kampung. Tapi berulangkali Yoyok saya telepon, saya tagih-tagih apakah dia sudah dapat tempat yang besar ditengah kota..?
Karena saya tagih2 terus barangkali di bosan, akhirnya sabtu minggu dia datangi semua toko…kira2 ada toko yang mau disewakan nggak..? cari-cari-cari- akhirnya nemu juga. “Sudah dapat..sewanya 25juta setahun..!” kata Yoyok pada suatu hari.
“Oke, deal ambil saja…” kata saya…
“Terus Uangnya dari mana…? “ tanyanya…
“Kamu cari investor lah…entar saya juga usaha cari bantuan” kata saya, dan terdengar suara disana yang bersungut-sungut karena sudah terlanjur deal dengan pemilik toko. Alhamdulillah…akhirnya dia dapat investor, yakni temen dari istrinya di sekolah dulu.
“Oke, deal ambil saja…” kata saya…
“Terus Uangnya dari mana…? “ tanyanya…
“Kamu cari investor lah…entar saya juga usaha cari bantuan” kata saya, dan terdengar suara disana yang bersungut-sungut karena sudah terlanjur deal dengan pemilik toko. Alhamdulillah…akhirnya dia dapat investor, yakni temen dari istrinya di sekolah dulu.
Tapi ketika menjelang hari H deadline pembayaran ternyata sang Investor membatalkan rencana investasinya….cerita pernah saya posting dan sekarang di blog masih ada (silahkan baca artikel di blog arsip 2006 bulan september http://www.hadikuntoro.blogspot.com/2006/09/kisah-kelahiran-almasyhur-distro-yang.html)
Tapi dari beberapa rangkaian proses menuju TDA ini yang paling sulit adalah apa yang ditulis oleh Pak Fauzi Rachmanto sebagai Langkah ke-2 dari artikel dia yang hebat “7 Langkah Menuju Kemerdekaan”. Kesulitan itu adalah ketika harus menerangkan kepada orang tua yang. Ini adalah step paling berat dalam perjalanan kami, karena kami 4 bersaudara yang sedari kecil ditinggal oleh ayah kami ke alam baka, dan ibu yang ketika ditinggal ayah kami masih berusia sekitar 26 tahunan harus menghidupi 4 anak, padahal waktu itu ilmu dagang ibu saya blank, sementara ayah kami hanya meninggalkan tidak lebih 2 karung dagangan.
Dengan susah payah Ibu saya waktu itu berjualan dari pasar satu ke pasar yang lain dan karena tidak mungkin sambil mengasuh anak, maka adik 2 adik kami yakni si bungsu Yoyok dan kakaknya perempuan ditititipkan di embah dari Ibu kami yang juga miskin.
Kampung nenek kami cukup jaun, kalo kesan harus jalan kaki lebih dari 2 jam waktu itu.
Yoyok diasuh nenek sejak usia 1 tahun..bersama dengan kakak perempuanya (adik saya persis) yang ketika itu berusia 5 tahun, namanya Dik Yati.
Sedangkan saya dan kakak saya tetap tinggal dengan Ibu ditemani kakek saya.
Ketika itu saya masih kelas 1 SD dan kakak saya kelas 2 SD.
Kisah-kisah sedih ini juga pernah saya tulis di blog, (silahkan membuka http://hadikuntoro.blogspot.com/2006/10/sekilas-kisah-sedih-di-masa-lalu.html) tapi hati2 jangan ikutan sedih, karena itu masalalu, dan justru karena itulah kami mempunyai tekad yang lebih, dibanding temen2 kami yang ketika itu sudah makmur-makmur.
Karena2 faktor2 ekonomi keluarga kami yang ketika itu termasuk golongan keluarga pra sejahtera itulah saya maklum kenapa Ibu kami awalnya tidak merestui upaya Yoyok untuk resign.
“Apa yang kurang..? mungkin hanya rasa syukur saja yang kamu belum miliki, gaji kamu sebulan cukup buat amakan disini 6 bulan” mungkin itu kata2 dalam hari ibu saya.
Alhamdulillah Yoyok punya jawaban yang cantik dan masuk akal yang selalu dikatakan berulang-ulang oleh Ibu kami kepada saya ketika saya tanya kok ibu setuju dengan rencana resign nya Yoyok..?
Rupanya Yoyok ini pernah curhat dan bercerita kepada Ibu kami seputar prestasi2 kerjanya “Saya sekarang kerja di marketing simpan pinjam dari sebuah bank, yang komoditi jualannya adalah uang. Saya menjual uang untuk mendapatkan uang yang lebih besar. Jualan dari Bank saya termasuk yang paling mahal dibandingkan dengan bank2 lain yang ada disini…ternyata saya bisa menjual bahkan selalu melebihi target dengan potensi kredit macet sangat kecil. Kalau sekarang saya mau mundur dari Bank dan saya bisnis, jualan barang punya kita sendiri, saya akan lebih seneng, semangat, dan saya akan alokasikan waktu Full bahan lebih dari apa yang saya lakuakan di bank....apa kira-kira dengan iktiar seperti itu ditambah masih ada Ibu yang selalu akan mendoakan saya, apakah kira2 dagangan saya tidak laku..?” tanya adik saya kepada ibu.
Itulah kata2 paling masuk akal yang ditangkap ibu saya dari puluhan alasan yang pernah disampaikan adik saya…
Tapi dari beberapa rangkaian proses menuju TDA ini yang paling sulit adalah apa yang ditulis oleh Pak Fauzi Rachmanto sebagai Langkah ke-2 dari artikel dia yang hebat “7 Langkah Menuju Kemerdekaan”. Kesulitan itu adalah ketika harus menerangkan kepada orang tua yang. Ini adalah step paling berat dalam perjalanan kami, karena kami 4 bersaudara yang sedari kecil ditinggal oleh ayah kami ke alam baka, dan ibu yang ketika ditinggal ayah kami masih berusia sekitar 26 tahunan harus menghidupi 4 anak, padahal waktu itu ilmu dagang ibu saya blank, sementara ayah kami hanya meninggalkan tidak lebih 2 karung dagangan.
Dengan susah payah Ibu saya waktu itu berjualan dari pasar satu ke pasar yang lain dan karena tidak mungkin sambil mengasuh anak, maka adik 2 adik kami yakni si bungsu Yoyok dan kakaknya perempuan ditititipkan di embah dari Ibu kami yang juga miskin.
Kampung nenek kami cukup jaun, kalo kesan harus jalan kaki lebih dari 2 jam waktu itu.
Yoyok diasuh nenek sejak usia 1 tahun..bersama dengan kakak perempuanya (adik saya persis) yang ketika itu berusia 5 tahun, namanya Dik Yati.
Sedangkan saya dan kakak saya tetap tinggal dengan Ibu ditemani kakek saya.
Ketika itu saya masih kelas 1 SD dan kakak saya kelas 2 SD.
Kisah-kisah sedih ini juga pernah saya tulis di blog, (silahkan membuka http://hadikuntoro.blogspot.com/2006/10/sekilas-kisah-sedih-di-masa-lalu.html) tapi hati2 jangan ikutan sedih, karena itu masalalu, dan justru karena itulah kami mempunyai tekad yang lebih, dibanding temen2 kami yang ketika itu sudah makmur-makmur.
Karena2 faktor2 ekonomi keluarga kami yang ketika itu termasuk golongan keluarga pra sejahtera itulah saya maklum kenapa Ibu kami awalnya tidak merestui upaya Yoyok untuk resign.
“Apa yang kurang..? mungkin hanya rasa syukur saja yang kamu belum miliki, gaji kamu sebulan cukup buat amakan disini 6 bulan” mungkin itu kata2 dalam hari ibu saya.
Alhamdulillah Yoyok punya jawaban yang cantik dan masuk akal yang selalu dikatakan berulang-ulang oleh Ibu kami kepada saya ketika saya tanya kok ibu setuju dengan rencana resign nya Yoyok..?
Rupanya Yoyok ini pernah curhat dan bercerita kepada Ibu kami seputar prestasi2 kerjanya “Saya sekarang kerja di marketing simpan pinjam dari sebuah bank, yang komoditi jualannya adalah uang. Saya menjual uang untuk mendapatkan uang yang lebih besar. Jualan dari Bank saya termasuk yang paling mahal dibandingkan dengan bank2 lain yang ada disini…ternyata saya bisa menjual bahkan selalu melebihi target dengan potensi kredit macet sangat kecil. Kalau sekarang saya mau mundur dari Bank dan saya bisnis, jualan barang punya kita sendiri, saya akan lebih seneng, semangat, dan saya akan alokasikan waktu Full bahan lebih dari apa yang saya lakuakan di bank....apa kira-kira dengan iktiar seperti itu ditambah masih ada Ibu yang selalu akan mendoakan saya, apakah kira2 dagangan saya tidak laku..?” tanya adik saya kepada ibu.
Itulah kata2 paling masuk akal yang ditangkap ibu saya dari puluhan alasan yang pernah disampaikan adik saya…
Alhamdulillah saat ini Ibu sudah merestui 100%. “Darah saudagar yang besar seebenernya memang dalam diri kalian, dan saya tahu betapa hati kalian akan sangat merasa tidak nyaman kalau saya tidak merestui kalian, baiklah jalan baik apapun yang menurut kalian paling menyenangkan ambillah.. dan saya akan membantu dengan doa-doaku di malam hari…”
Itulah kata2 indah yang kami tunggu-tunggu…dan sejak itu terlihat adik saya sangat enjoy…
Mungkin di kampung sana hari ini adik saya mulai benah-benah, hand over pekerjaan ke temen-temen, ngobrol2 dengan atasan yang berharap untuk membatalkan resignnya…..dll
Semoga anda terinspirasi ….. (BERSAMBUNG)
Salam FUNtastic…!!
Itulah kata2 indah yang kami tunggu-tunggu…dan sejak itu terlihat adik saya sangat enjoy…
Mungkin di kampung sana hari ini adik saya mulai benah-benah, hand over pekerjaan ke temen-temen, ngobrol2 dengan atasan yang berharap untuk membatalkan resignnya…..dll
Semoga anda terinspirasi ….. (BERSAMBUNG)
Salam FUNtastic…!!