Ketika Ibu Menjadi Menjadi Auditor

Ibu menelepon pagi-pagi ketika beliau sampai di kampung setelah semalam naik Bis malam dari Jakarta. Beliau menginap seminggu di tempat kami. Rekor menginap terlama, karena biasanya maksimal 2 hari saja ibu sudah tidak betah di Jakarta.

"Nak, alhamdulillah...ibu sudah sampai dengan selamat, dan Ibu sudah lega sekarang, ternyata kamu ternyata jauh lebih baik seperti yang Ibu bayangkan. Ibu ke Jakarta kemarin disamping pengin ikut liburan sama cucu-cucu juga sebenernya kepengin tahu seperti apa usaha kamu, setelah kamu resign dari Kantor. Terus terang sampai menjelang keberangkatan ke Jakarta di kepala ibu masih timbul tanda tanya, apa sih yang kamu lakukan sehari-hari disana.?"

"Kamu berhenti bekerja bener-bener membuat ibu sangat khawatir, meski setiap bulan kamu rutin mengirimkan uang ke ibu dalam jumlah besar tapi itu tidak membuat kekhawatiran ibu hilang. Apa ya bener mencari penghasilan bisa semudah itu..? Kamu berjualan selimut dengan ratusan orang di seluruh Indonesia, mereka mau kirim uang kepadamu padahal mereka belum mengenalmu...apa ini bener-bener terjadi..?"

"Kamu sering cerita ke Ibu, ketika pulang kampung bahwa saat ini hasil bisnis kamu sehari sama dengan omset bisnis ibu 2-3 hari apakah ini bener-bener nyata..? Jangan-jangan kamu bisnis yang tidak bener..bisnis narkoba misalnya....(hehehe...ini bener-bener beliau ucapkan loh..)"

"Alhamdulillah ada momen yang sangat tepat, saya bisa ikut kamu pameran di Senayan jadi saya bisa tahu bagaiamana kamu ngomong dengan orang-orang, saya wawancarai semua karyawan kamu dirumah, saya melihat sendiri bagaimana cara mereka bekerja, saya ikuti Ami istrimu ke Bank,dan bahkan saya menghitung kira-kira kamu punya stock barang berapa..?"

Wah-wah kalau ini saya bener-bener surprise, ternyata kedatangan ibu kali ini yang enggak seperti biasanya, karena mau berlama-lama ini ternyata beliau mengemban misi menjadi auditor...kataku dalam hati..

"Ketahuilah, kemarin-kemarin kalau temen-temen ibu tanya kok kamu sering sekali liburan ke kampung, ibu selalu menjawab bahwa kamu sedang cuti panjang, dan ibu tidak pernah cerita bahwa kamu sudah keluar dari Astra, bahkan adik-adik kamupun saya larang untuk bercerita kepada orang lain, karena pekerjaan kamu yang di perusahaan besar itu adalah kebanggaan yang paling besar bagi ibu....dan jerih payah ibu sejak ayahmu meninggal ketika kamu masih kanak-kanak rasanya terbayar lunas dengan posisimu yang membanggakan kami.." (Ibu membesarkan kami 4 orang anak sendirian, sejak usia beliau ibu 24 tahun ayah meninggal dan ibu tidak menikah lagi sampai kami lulus kuliah)

"Alhamdulillah kini semuanya sudah jelas..kamu sudah memilih jalan yang paling kamu senangi dan Alhamdulillah kamu sangat dimudahkan oleh Allah, dan setelah melihat semuanya ibu benar-benar merasa lega, saya yakin ayah kamu kalau masih ada juga akan bangga kepadamu, karena kamu berada di jalur yang olah almarhum ayahmu sangat disukai, ketahuilah ayah kamu sebenernya juga sudah berpesan agar anak-anak nya kelak bisa bertani dan berdagang, hindarilah menjadi pegawai negeri...itu sering diucapkan bapak kamu, namun ibu merasakan sendiri betapa beratnya menjadi pedagang yang nasibnya tidak pasti, makanya ibu jarang menceritakan kata-kata bapak kamu itu..."

"Semoga kamu faham, bahwa orang tua itu kadang menganggap anak-anaknya masih tetap seperti anak-anak kecil, sehingga merupakan hal yang wajar kalau ibu sering gelisah memikirkan apa yang kamu lakukan. Namun Insya Allah kamu sudah berjalan di jalur yang bener..semoga kelak kamu menjadi pengusaha besar, dan ribuan orang bisa kamu angkat penghidupannya..."

Hampir setengah jam ibu menelepon saya...dan saya tidak banyak berkata-kata tapi saya yakin beliau diseberang sana tahu kalau saya menyimak 100% apa yang beliau ucapkan kepada saya...dadaku terasa sesak...air mataku mengalir..dan saya hanya bisa berkata "Ibu hati-hati disitu ya..." saya tidak menyangka ternyata beban perasaan ibu sedemikian besar karena saya resign dari kantor, mungkin bahkan lebih besar dari kekhawatiranku sendiri ketika 2-3 bulan sebelum resin..

Pagi itu rasanya lebih ringan dari biasanya.....dan sayapun menulis cerita ini dan mencari-cari gambar ibu untuk saya pajang di blog saya ini, semoga gambar ini masih akan terus terpajang disini hingga ratusan tahun kedepan, agar anak-anak dan cucu-cucu saya kelak bisa membaca tulisan ini dan mereka selalu ingat untuk selalu berbakti kepada ibu...[Gbr. Ibu saya ketika ikuta pameran di Senayan. "kok orang jakarta sedemikian gampangnya mau beli barang mahal begini ya..?" kata ibu keheranan
[Gbr. "Alhamdulillah...kamu memiliki dagangan sebanyak ini..? dulu ibu bisa menghidupi kalian berempat hanya dari modal awal 1 karung dagangan" kata ibu ketika melihat-lihat gudang kami[Gbr. Ibu saya ajak ke masjib Masjid Kubah Mas "Ibu semoga ibu panjang umur dan kalau Allah ridlo dengan membukakan pintu rejeki yang berlimpah dan ibu mau, Insya Allah saya akan dengan senang hati membangun tempat seperti ini buat ibu....dan yang bisa membangun seperti pasti bukan karyawan atau direktur lho bu...hehehe..tapi pasti pedagang.." kataku

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh lewati rintang untuk aku anakmu..
Ibuku sayang masih terus berjalan, walau tapak kaki penuh darah penuh nanah..
Seperti udara kasih yang engkau berikan tak mampu ku membalas...ibu..ibu...
Ingin ku dekap, dan menangis di pangkuanmu, sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu...
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku, dengan apa ku membalas..ibu..ibu...
(Lagunya Iwan Fals, kalau anda mau mendownload lagunya bisa didowload di Link Ini )

Ini adalah lagu yang kapan saja bisa membuat saya menangis....dan pagi ini saya terharu sampai sesak dada saya, karena gambaran Ibu saya bener-bener pas dengan lagu itu..

Semoga tulisan ini menginspirasi anda untuk selalu mengingat ibu anda...
'Ibu adalah bagaikan Tuhan yang nampak, andaikata sujud itu tidak hanya untuk Allah maka kepada ibu-pun kita diperintahkan untuk selalu bersujud' saya tidak tahu apakah kata-kata ini berasal dari ayat suci, tapi dulu saya sering mendengarnya...

Salam Hangat...
Hadi Kuntoro

Http://rajaselimut.com

9 komentar:

Sri Khurniatun mengatakan...

Waduh pak hadi, postingan kali ini membuat saya menangis bercucuran ingat ibu saya di kampung yang siang malam terus memikirkan kondisi saya.
Yah.. sangat menginspirasi untuk selalu berusaha memberikan yang terbaik buat ibu.

Sri Khurniatun
www.srikhurniatun.blogspot.com

Vita mengatakan...

Luar biasa meng-inspirasi Mas Hadi, seperti biasa ceritanya selalu membuat haru, kagum, campur aduk. Salam untuk ibu yang masih amat sangat awet muda dan ayu.

Ardiansyah Abdullah mengatakan...

Mas Hadi,
Sharing yang sangat indah dan penuh inspirasi. Saya jadi merinding dan ingat ibu saya di Pekalongan yang sendirian ( 9 anaknya semua merantau, 8 di jakarta dan 1 di bandung ), Padahal saya sudah bertekad untuk minimal sebulan sekali mengunjungi beliau, tapi belum kesampaian juga tekad itu....

Herannya Ibu tidak pernah mengeluh tapi selalu bisa mengerti dan setiap saat ber do'a utk anak cucu nya....

Semoga dengan perantaraan Do'a seorang Ibu. Kita semua di mudahkan jalan mencapai cita cita kita. Sukses dunia dan akhirat..

Didi
http://visimandiri.blogspot.com

Anonim mengatakan...

Mas Hadi, biasanya saya melewatkan postingan sampean. Biar sama2 nggak
ngeliat, tetapi kali ini saya mesti berkomentar. Kagum, pada ibu
jenengan yang luar biasa. Luar biasa, suer mas. Seorang ibu luar biasa
pasti akan melahirkan anak2 yang luar biasa.
Isdiyanto - Majalah WK

FAJAR S PRAMONO mengatakan...

Mas Hadi, sharing Anda soal Ibu benar-benar mengingatkan dan menyadarkan saya, seperti apa sesungguhnya kasih seorang ibu (dan bapak) sebagai orang tua.

Saya semakin ingat kepada
almarhumah ibu saya, yang mungkin tidak bisa melihat secara fisik seperti apa saya sekarang, karena beliau telah meninggalkan kami tahun 1996 lalu, ketika saya belum lulus kuliah.

Namun, secara hati, saya yakin ibu saya "mengetahui". Segala ikhtiar yang saya lakukan saat ini, adalah iringan nyata bagi do'a, agar saya bisa menjadi anak yang membanggakan bagi ibu khususnya, juga bagi bapak dan keluarga.

Thanks atas sharingnya yang "menyengat" kali ini.

Oya, jadi ikut seneng karena saya bisa ikut bertemu dengan Ibu Mas Hadi di pameran franchise kemarin. Salam hormat buat beliau, Mas!


Sukses selalu,

Fajar S Pramono

Wahyunansyah mengatakan...

saya tidak berkomnetar pak..
terima kaish untuk sharing yang luar biasa ini..
saya mau telpon ibu saya...
(terharu..)

Simple Blog Simpe Thought mengatakan...

Assalamu'alaikum

Baca tulisan ini jadi tambah ngerasa bersalah belum bisa ngasih banyak sama orang tua di kampung, berhubung masih butuh dana untuk pengembangan usaha. InsyaAlloh saya akan terus usaha supaya bisa ngikutin jejak Pak Hadi.

Pramana (Pram)
www.tokohaba.com

Anonim mengatakan...

Baca postingan ini, membuat saya merasa bersalah sama ibu saya.....banyak hal yang ternyata saya tidak perhatikan apa2 saja yang ibu saya telah lakukan buat saya.

Terima kasih pak sudah mengingatkan.

Wasalam

Tia

Wahyu mengatakan...

saya nangiss.. semoga Allah memberikan bonus waktu kepada ibu dan saya, agar saya bisa melunasi semua keinginan ibu..