*Oleh: Budi Setiawan <http://setiawanbudi .blogspot. com/>*
"Bud, kalo lo benar-benar tertarik belajar bisnis, ada satu tempat dimana lobisa dapetin apa yang lo mau."
"Wah, apa tuh Mar?boleh juga kalo OK.""Coba ini.
Namanya Tangan Di Atas. Dijamin lo ga akan nyesel."
"Tangan Di Atas? Apaan tuh??"
Demikian kira-kira percakapan saya dan sahabat saya, Mario Hendracia, saatkami tidak sengaja berjumpa di sebuah seminar yang dibawakan oleh Tung DesemWaringin, kira-kira di semester terakhir 2006. Saya sudah lama tidakberjumpa dengan teman saya ini, semenjak saya lulus kuliah di bulan Maret2005. Dan cukup mengejutkan ketika Ia ternyata telah cukup lama intensdengan komunitas-komunitas bisnis, yang saya sama sekali tidak pernahmen dengar namanya sebelumnya.Romantisme, demikian saya menyebut tulisan saya saat ini.
Saya ingin kembali mengenang masa-masa awal saya bergabung dengan TDA, sebuah komunitas yangsaya hormati dan kagumi. Hormat, karena ia berisikan orang-orang mumpuniyang telah teruji kredibilitas dan kapabilitasnya dalam dunia bisnis. Jugahormat, karena ia berisikan orang-orang tangguh yang dengan gigih terusberjuang mendobrak barrier penghalang ke dunia yang mungkin sebelumnyaterasa asing bagi mereka, yaitu dunia bisnis. Kagum, karena sesuai dengannamanya, Tangan di Atas, ia berasal dari sebuah ketulusan untuk berbagi danmemberi kepada orang lain, tanpa memikirkan pamrih yang berlebih. Sebuahketulusan yang unik, karena ia berasal dari sebuah dunia yang selama inidianggap sebagai sebuah dunia yang kejam, yakni dunia bisnis.
Terus terang sebelumnya saya tidak merasa memiliki bakat bisnis yang kuat.Keluarga saya bukanlah keluarga yang hidup dari bisnis. Ayah saya seorangPNS di Deptan, sementara ibu saya adalah seorang dokter gigi, yang jugamerangkap sebagai PNS di Depkes. Sejak kecil, saya akrab dengan duniabirokrasi yang dijalani oleh ayah saya, terutama dikarenakan tempat tinggalsaya yang berada tidak jauh dari lokasi pekerjaan ayah saya. Saya terbiasamelihat sebuah kantor nyaman, dimana orang lalu lalang di dalamnya, denganmengenakan pakaian yang seragam. Benar-benar khas pegawai pemerintahan.
Pun pula ketika saya menjalani perkuliahan di Elektro UI. Ketimbang melakonibisnis sebagai sampingan di luar perkuliahan, saya lebih tertarikmenghabiskan waktu di dunia kemahasiswaan dan dunia iptek. Saya lebih enjoymengikuti kegiatan dan kepengurusan lembaga mahasiswa dan laboratorium yangada di kampus. Sama sekali tidak terpikirkan untuk mencicipi dunia yang sayapandang asing, yaitu bisnis. Pertimbangan saya yang paling utama saat itu,dunia bisnis terlalu penuh dengan pamrih dan begitu materialistik. Apa-apahanya dinilai dengan uang.Ketika perkuliahan usai di 2005, terus terang saya sempat mengalamikegamangan. Mau kemana saya setelahnya.
Saya sempat bergabung di organisasialumni UI untuk menjadi sukarelawan di Aceh. Saya bahkan sempat bergabungdengan teman-teman saya dari fakultas dan kampus lain menjadi konsultan disalah satu perusahaan percetakan di Jakarta. Wah, berarti kalau begituberarti saya langsung terjun ke dunia bisnis donk...Sayang sekali hal itu mungkin tidak tepat 100%. Saya tertarik bergabung disana tempo hari karena saya memang senang mengutak-atik sistem. Backgroundsaya di lembaga kemahasiswaan memang lebih banyak berkutat pada masalahsistem, mulai dari iptek hingga sistem kaderisasi mahasiswa. Karena itulahsaya begitu enjoy menikmati saat-saat dimana saya diberi kesempatan untukmelihat secara detail sistem yang ada di perusahaan tersebut dan juga diberikesempatan untuk memberikan rekomendasi.
Yah, bulan madu itu pun segera harus berakhir. Saya kemudian memutuskanuntuk memulai petualangan saya mengaplikasikan ilmu yang saya dapat diperkuliahan dengan bergabung di sebuah perusahaan telekomunikasi. Setelahsempat merasakan menjadi seorang kutu loncat dengan berpindah perusahaan,saya mulai merasakan adanya penurunan motivasi di dalam pekerjaansehari-hari. Karena itulah, akhirnya saya iseng mendaftarkan diri di salahsatu seminar Tung Desem Waringin.Akhirnya, seperti yang telah diceritakan di atas, di momen itulah akhirnyasaya bertemu dengan sahabat lama saya itu. Dan itu akhirnya menjadi awaldari bergabungnya saya di komunitas Tangan Di Atas.
Sebuah awal yang menjadiawal dari beberapa cerita lain.Dimulai dari bergabungnya saya di milis TDA, perlahan-lahan saya mulaimenjelajah blog kepunyaan anggota-anggota TDA. Bukan blog sembarangan,karena ia adalah blog yang diawali dengan semangat dan niatan yang tulusuntuk membagi ilmu dan motivasi positif yang mereka miliki.Blog yang awal saya kunjungi pastinya ialah blognya Pak Badroni Yuzirman.Melihat blog founder dari TDA ini terus terang saya tertegun. Tertegunmelihat begitu lancar dan renyahnya masalah-masalah bisnis dikupas denganbahasa sehari-hari. Tak ada unsur menghakimi, dan begitu memprovokasipembacanya untuk terjun langsung ke dunia bisnis dengan cara yang sangathalus.
Taglinenya simple, "Words can inspire, Thoughts can provoke, but only"inspired action" brings you closer to your dreams. Take Inspired ActionMiracle Happen, No Inspired action nothing happen."Kemudian pelan tapi pasti blog yang lain pun mulai menjadi santapan harian.Salah satunya ialah blognya Pak Iim Rusyamsi. Blog ini saya anggap sangatmenarik karena yang empunya berasal dari dunia yang tidak jauh berbeda darisaya. Beliau berasal dari dunia IT, sementara saya pun saat ini sedangberada di dunia telekomunikasi. Pengembaraan pun berlanjut hingga ke blognya Pak Hadi Kuntoro.
Blognya penuh dengan energi provokasi yang positif, dantetap lincah bertutur dengan hangat. Lantas, dari sanalah saya mulai pahampula sosok-sosok seperti Pak Eko Junaedi, Bu Yulia Astuti, Bu DorisNasution, hingga terus berlanjut sampai menemukan pula sosok-sosok sepertiPak Wuryanano, Pak Asep Triono, Pak Imansyah Sutrisno, dan blog-blog lainnyayang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Intinya, keseluruhan blog di atas benar-benar membawa dunia bisnis keluardari keterasingannya. Saya yang bisa dikatakan buta tentang dunia ini,menjadi terbuka matanya lebar-lebar akan begitu banyak hal yang bisadilakukan di dunia ini. Dunia ini mendadak tidak lagi terasa asing bagisaya, dan terasa begitu mengasyikkan untuk dicoba.Saya ingat saat itu langkah pertama yang saya lakukan adalah mencari tahubisnis seperti apa yang ingin saya jalankan. Saya sempat terbersit untukmengambil bisnis makanan, akan tetapi masih belum mendapati lokasi yangcocok untuk berusaha.
Bisnis pakaian, terus terang saya bukan seorang yangterlalu memperhatikan detail pakaian, sehingga tidak terlalu enjoy menjalaninya.Di tengah kebingungan itu, suatu waktu saya melihat ada peluang untukmembangun bisnis apotik di dekat rumah. Kebetulan ada ruko yang barudibangun dan saya berpikir lokasinya sangat strategis. Langsunglah sayadengan semangat 45 mencoba untuk mencari tahu lebih lanjut akan bisnis inidi milis TDA. Dan ternyata memang nuansa saling berbagi begitu kental terasadi sini. Email saya yang sederhana dan langsung to the point tanpaperkenalan panjang lebar, ternyata langsung mendapatkan beberapa tanggapan.
Salah satu yang paling saya hargai ialah tanggapan dari Pak Imansyah Sutrisno, yang beberapa kali dengan sukarela menjawab pertanyaan-pertanya ansaya yang tergolong awam. Sayang sekali, di akhir kemudian saya harusmemutuskan untuk meng-cancel dahulu niatan saya ini. Salah satu sebabnya,ialah saya masih belum menemukan partner yang cocok untuk bermitra,sementara modal awal yang harus dikeluarkan sendiri cukup besar, setidaknyauntuk ukuran saya.Pasca ikhtiar pencarian jatidiri bisnis ini, saya sempat vakum beberapalama dari aktivitas di dunia ini. Kebetulan saja saya sedang disibukkandengan urusan melanjutkan sekolah. Yah, sebetulnya niatan untuk melanjutkansekolah ini telah ada semenjak saya menjadi konsultan di perusahaanpercetakan dahulu.
Keasyikan yang saya alami selama mengerjakan aktivitastersebut membuat saya berniat suatu saat akan melanjutkan kuliah di duniamanajemen, dan bukan lagi di dunia teknikal. Kebetulan sekali saat ituwaktunya bertepatan dengan 2 tahun saya mulai bekerja, yang menjadiprasyarat bagi kebanyakan Program Studi S2-Manajemen.Sempat berapa lama vakum mencari bisnis yang cocok, akhirnya saya memutuskanuntuk mulai menghadiri aktivitas offline dengan komunitas TDA. Dimulai dariseminar Luck Factor-nya Ahmad Faiz Zainuddin di medio Maret 2007, dankemudian dilanjutkan dengan seminar Quantum Ikhlas-nya Erbe Sentanu danseminar property-nya James Sastrowardoyo.
Benang merahnya sama, dari luarseminar-seminar tersebut tampak sederhana, akan tetapi muatan yang ada didalamnya sangatlah menyentuh hati. Kembali rasanya begitu gatal untuk mulaiterjun berbisnis.Sekian lama mencari, akhirnya pencerahan datang juga di momen TDA BusinessConference bersama Pak Roni. Tema yang dibawakan pada waktu itu ialahtentang 8 profil bisnis, yang dikembangkan oleh Roger Hamilton.
Disebutkanbahwa ada 8 tipe profil alami yang bisa dikembangkan untuk membangun bisniskita, yaitu creator, star, supporter, deal maker, trader, accumulator, lorddan mechanic.
Dari sana saya seolah mendapati kalau selama ini saya mencobauntuk memaksakan diri masuk ke jalur yang seolah bukan keahlian dari saya.Yah, saya selama ini terlalu memaksakan diri untuk langsung masuk ke jalurcreator, yaitu dengan membangun sebuah bisnis baru dari awal. Padahal, darisisi kemampuan maupun pengalaman, saya jelas masih belum bisa optimalmengembangkan sisi ini.
Mungkin ke depannya saya akan mampu untukmengembangkan profil ini. Akan tetapi, untuk awalan saya sebaiknya segeramemulai dengan profil alami saya yang paling kuat.Setelah menimbang sekian lama, saya seolah mendapati kalau profil alamisaya yang paling kuat selama ini adalah di sisi mechanic dan supporter.Profil mechanic adalah profil sosok pembangun dan pengembang sistem,sementara profil supporter ialah profil pengelola dari perusahaan.Pengalaman dan mungkin pendidikan saya saat ini, memang lebih banyakmenunjang ke arah sana.
Seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya, walaumungkin tidak terlalu saya sadari sebelumnya, semenjak kuliah saya menikmatisaat-saat menganalisa dan membangun sistem yang ada. Apalagi, selama masabekerja sebagai engineer telekomunikasi, selama kurang lebih 1 tahun sayapernah merasakan kesempatan menjadi seorang koordinator team yang notabeneberurusan dengan sistem dan pengelolaan proyek.
Begitu mengetahui profil alami saya ini, saya kemudian lebih enjoy untukberusaha mencari bisnis awalan saya. Memang saya sempat coba berbisnis taslaptop kecil-kecilan, hanya saja saya kemudian memutuskan untuk mencobabisnis lain yang lebih sesuai dengan profil alami saya.Alhamdulillah, mungkin bagaikan Law of Attraction, kesempatan itu mendadakseperti terbuka. Saya bertemu kembali dengan seorang teman lama yang saatitu sedang dalam fase membangun bisnisnya. Bisnisnya sendiri sebetulnyasudah berjalan kurang lebih 2 tahunan, telah mampu menghasilkan cash flowyang positif, hanya saja membutuhkan penyegaran untuk bisa melangkah lebihlanjut ke fase selanjutnya.
Akhirnya setelah beberapa kali penjajakan, sayapun resmi bergabung dengan bisnis tersebut di paruh kedua 2007. Dan sejaksaat itu, Rumah Video mulai dibangun kembali dengan sebuah semangat baru.Setelah fase ini yang ada ialah tantangan ke depan. Saya tahu bahwa setelahsaya memutuskan maka akan ada konsekuensi yang harus saya jalani. Saat inisaya sedang menjalani fase saya sebagai seorang yang berada di dua kuadran,sekaligus masih terdaftar sebagai seorang mahasiswa. Insya Allah sayabertekad untuk bisa melalui semuanya dengan optimal. Konsekuensinya ialah,saya benar-benar harus membenahi time dan mind management saya yang harussaya akui masih belum maksimal dijalani.
Berada di komunitas TDA inimembantu saya untuk tetap mampu berpikir positif, bahwa bila kita berusahaInsya Allah akan ada jalan yang terbuka sebagai kompensasi dari usaha kitaitu.Romantika bersama TDA sejauh ini telah mampu membantu saya menemukan potensisaya yang sesungguhnya. Dari sini saya belajar bahwa bisnis sendirisebetulnya bukan sesuatu yang asing dan kejam.
Bahwa bisnis bisa menjadisebuah wahana untuk saling berbagi kepada sesama. Dari sini saya jugabelajar bahwa sebuah pikiran dapat menarik pikiran yang sejenis untukmendekat kepadanya. Bila kita berpikiran positif maka ia akan didekati olehorang-orang yang sama berpikiran positif juga. Romantika bersama TDA-lahyang ikut melahirkan blog sederhana ini. Romantika bersama TDA Insya Allahakan ikut membawa Rumah Video melesat lebih kencang di kancah percaturancbisnis di Indonesia.
Akhir kata, biar waktu yang bisa menjawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar