Membangun Bisnis dan Mempertahankannya (Studi kasus Manet Busana Muslim)

Kisah Sang Provokator (Roni Ryuzirman) menuju Sukes

Pengantar:
Saya memulai bisnis dengan istri saya tahun 2001. Mulanya kami berjualan grosir kebutuhan interior seperti taplak meja makan, sarung bantal kursi, dll di Pasar Tanah Abang.
Sepulang dari Tn. Abang, saya berjualan lagi di Pluit, yaitu ritel pakaian pria.
Benar-benar time is money. Biasanya kami baru tidur di atas jam 10 malam. Nonstop. Tidak ada libur. Sebab, saya pikir supaya sukses saya harus rajin. Harus kerja keras. Tanpa kenal waktu. Tanpa libur.

Kalau ada acara keluarga atau undangan resepsi pernikahan, kami tidak pernah bisa datang berdua. Selalu salah satu. Saya atau istri saya. Itu lah konsekuensinya. Quality of life kami buruk sekali.

Tidak lama tinggal di Pluit, kami pun pindah ke rumah mertua di Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Pulang pergi Pondok Kelapa - Tanah Abang harus kami jalani dengan berdesak-desakan naik bis selama kurang lebih 1 tahun. Setiap hari kurang lebih 4 jam waktu kami habis di jalan. Saya hitung-hitung, dalam setahun waktu kami di jalan bisa hampir 2 bulan! Ini harus diubah, batin saya. Tapi saya belum tahu jawabnya.

Setahun berjualan interior dan hasilnya lumayan buat kami berdua. Saat itu sedang trend busana muslim. Jadilah kami memutuskan untuk diversifikasi usaha, buka grosis busana muslim. Di sinilah awal macetnya usaha kami. Di kios busana muslim ini kami tidak dapat apa-apa. Untuk tidak, rugi pun tidak. So-so. Begitulah.

Mungkin karena kiosnya kecil dan terjepit oleh pemain-pemain senior yang sudah mapan.
Setelah setahun pulang pergi Pondok Kelapa - Tanah Abang, akhirnya kami memutuskan untuk pindah ke Slipi dan mengontrak rumah sederhana. Alhamdulillah, waktu di jalan jadi hemat 3 jam sehari. Saya pun mulai menikmati kualitas hidup, bisa olah raga, melakukan hobby dan sebagainya. Hari Minggu pun kami mulai libur. Duit bisa dicari, tapi waktu yang hilang tidak bisa kembali.

Akhirnya di tahun 2003 kami dapat tawaran buka kios lagi dari Pak Haji Ali yang kebetulan adalah ketua koperasi pedagang Tanah Abang. Tidak lama setelah buka, Tanah Abang kebakaran. Selanjutnya adalah kisah sedih berkelanjutan. Pasar jadi semakin semrawut, pengunjung sepi, premanisme dan sebagainya.

Uang sewa 200 jutaan terancam tidak kembali alias amblas. Uang itu kami kumpulkan dari jerih payah berdagang interior sebelumnya.

Sumber uang di kios interior pun semakin mengering. Pembeli berkurang drastis. Margin semakin tipis karena persaingan ketat. Terpaksa kami menjual secara kredit. Memang sempat menolong. Tapi lama kelamaan lebih banyak yang macet dibandingkan yang lancar. Sehari menjelang lebaran tahun 2003 kami sama sekali tidak punya uang. Cuma cukup untuk pulang ke Palembang.

Saya menunggu di ATM BCA menanti transferan dari pelanggan yang tidak kunjung tiba. Maksudnya, setiap ada transferan langsung saya transfer lagi ke supplier di Pekalongan. Uang cuma numpang lewat saja di rekening tabungan...

Nasib buruk rupanya masih membuntuti kami. Bulan April 2004 kami diusir secara paksa oleh pihak pengelola PD Pasar Jaya. Alasannya, kios yang kami sewa itu menyalahi peruntukannya. Kami harus keluar dari kios itu dalam waktu paling lambat 4 hari. Jika tidak, kios itu akan dibongkar paksa dan mereka tidak bertanggung jawab terhadap isinya.

Terpaksa kami menelan pil pahit ini. Harus terusir dari Tanah Abang. Akhirnya kami kemasi barang dagangan dan angkat kaki dari Tanah Abang tanggal 4 Maret 2004. Tanggal itu jadi bersejarah, karena tanggal itulah lahirnya Manet Busana Muslim Plus dengan konsep bisnis baru...

Rony Yuzirman..
Founder TDA

Tidak ada komentar: